Proposed Adjustments to BEI’s Free Float Requirement: What It Means for IPO-Bound Companies
November 2025
As part of efforts to strengthen market liquidity and transparency in Indonesia’s capital market, the Indonesia Stock Exchange (IDX) is currently reviewing adjustments to the minimum free float requirement for prospective issuers.
Previously, the free float threshold was determined based on a company’s equity value. The new proposal would instead use market capitalization, providing a more accurate reflection of a company’s condition at the time of its Initial Public Offering (IPO). So, how might this affect companies planning to go public?
What Is Free Float and Why Does It Matter for the Capital Market?
According to Regulation No. I-A, free float refers to the number of shares held by shareholders owning less than 5% of the company’s total listed shares, excluding shares owned by members of the Board of Commissioners or Directors, as well as treasury shares repurchased by the company. This ratio serves as an important indicator of a stock’s liquidity level. The greater the number of shares available for public trading, the higher the potential trading activity on the exchange.
In the context of market governance, free float helps maintain a healthy balance between company ownership and public interest. BEI believes that too low a public ownership ratio can lead to price volatility and reduced market transparency.
Therefore, increasing the minimum free float requirement is seen as essential to encourage more active trading and ensure stock prices better reflect true market value.
From Equity Value to Market Capitalization: What’s Changing?
Until now, the minimum free float requirement has been based on a company’s equity value prior to its IPO. However, this approach is no longer considered relevant since equity size can change significantly after the offering.
To address this, IDX, together with the Financial Services Authority (OJK), is reviewing a new classification system based on market capitalization, to better represent a company’s actual condition upon listing.
The following table shows a comparison between the current rule and the proposed changes being discussed:

Impact on IPO-Bound Companies
This proposed change will have a direct impact on companies preparing for an IPO. For smaller companies, the rule may require allocating a large portion of shares to the public, potentially affecting ownership structure and control.
Meanwhile, for large-cap issuers, the new classification presents an opportunity to enhance market reputation and attract institutional investors by demonstrating stronger stock liquidity.
In light of these potential shifts, preparedness in financial reporting, corporate governance, and investor communication becomes increasingly crucial before entering the IPO stage.
How Moores Rowland Indonesia Can Help
The proposed free float policy adjustments by IDK and OJK are an important signal for companies planning to go public to begin reassessing their ownership structures and internal readiness.
Through its Pre-IPO Advisory Services, Moores Rowland Indonesia helps companies understand the implications of these regulatory developments and design effective strategies to ensure a smooth transition to the public market.
Our services include:
- IPO Readiness Assessment: Evaluating the company’s preparedness to become a public entity, including potential adjustments to the new free float requirements.
- Financial Reporting & Audit Preparedness: Ensuring that financial statements are audit-ready and comply with IFRS/PSAK standards required by capital market regulators.
- Governance & Ownership Structuring: Reviewing corporate governance, shareholder composition, and public ownership to align with best practices and the proposed regulatory changes.
- Valuation Advisory: Providing guidance on how ownership structure adjustments may affect company valuation and investor perception.
With extensive experience in capital market advisory and compliance, Moores Rowland Indonesia supports companies not only in preparing for IPOs but also in anticipating regulatory changes that may influence ownership strategies and public investor access.
Begin your IPO journey with Moores Rowland Indonesia. Contact us today for a free consultation.
------------------------------------------------------------------------------
Rencana Perubahan Aturan Free Float BEI: Apa Dampaknya bagi Perusahaan IPO?
Seiring dengan upaya memperkuat likuiditas dan transparansi pasar modal nasional, Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji penyesuaian aturan batas minimal free float bagi calon emiten. Jika sebelumnya penentuan free float didasarkan pada nilai ekuitas, kini BEI berencana menerapkannya berdasarkan kapitalisasi pasar agar lebih mencerminkan kondisi aktual perusahaan saat pencatatan saham perdana (IPO). Lantas, bagaimana hal ini memengaruhi perusahaan yang berencana IPO?
Apa itu Free Float dan Mengapa Penting bagi Pasar Modal?
Berdasarkan Peraturan No. I-A, Free float merujuk pada jumlah saham yang dimiliki oleh para pemegang saham dengan kepemilikan kurang dari 5% dari seluruh saham tercatat, bukan dimiliki oleh anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi serta bukan saham yang telah dibeli kembali oleh Perusahaan. Rasio ini menjadi indikator penting dalam menilai tingkat likuiditas suatu saham. Karena, semakin besar jumlah saham beredar, maka semakin tinggi pula potensi transaksi di bursa.
Dalam konteks tata kelola pasar modal, free float berfungsi menjaga keseimbangan antara kepemilikan perusahaan dengan kepentingan publik. BEI menilai bahwa rasio kepemilikan publik yang terlalu rendah dapat menimbulkan volatilitas harga serta menghambat transparansi pasar.
Oleh karena itu, peningkatan batas minimum free float dipandang perlu untuk mendorong perdagangan yang lebih aktif dan mencerminkan nilai pasar yang sesungguhnya.
Perubahan Ketentuan Free Float: Dari Nilai Ekuitas ke Kapitalisasi Pasar
Selama ini, ketentuan minimum free float diatur berdasarkan nilai ekuitas calon emiten sebelum IPO. Namun, pendekatan ini dinilai tidak lagi relevan karena ukuran ekuitas dapat berubah signifikan setelah proses IPO selesai.
Untuk itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji penyesuaian klasifikasi berdasarkan kapitalisasi pasar agar lebih mencerminkan kondisi aktual perusahaan saat pencatatan saham perdana.
Berikut perbandingan antara aturan lama dan usulan perubahan yang tengah dibahas:

Dampak terhadap Emiten
Perubahan acuan ini tentu membawa implikasi langsung bagi perusahaan yang tengah merencanakan IPO. Bagi calon emiten, hal ini berpotensi memengaruhi struktur penawaran saham, valuasi perusahaan, dan strategi komunikasi kepada investor.
Perusahaan berkapitalisasi kecil mungkin perlu menyiapkan alokasi saham publik yang lebih besar, yang bisa berdampak pada struktur kepemilikan dan kontrol internal. Sebaliknya, bagi emiten dengan kapitalisasi besar, kebijakan ini dapat menjadi peluang untuk memperkuat reputasi pasar dan meningkatkan minat investor institusi karena menunjukkan likuiditas saham yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, kesiapan dalam aspek keuangan, tata kelola, dan perencanaan komunikasi menjadi kunci sebelum melangkah ke tahap IPO.
Bagaimana Moores Rowland Indonesia Dapat Membantu
Rencana perubahan kebijakan free float yang tengah dikaji oleh BEI dan OJK menjadi sinyal penting bagi perusahaan yang berencana melantai di bursa untuk mulai meninjau kembali struktur kepemilikan dan kesiapan internalnya.
Melalui layanan Pre-IPO, Moores Rowland Indonesia dapat membantu perusahaan memahami implikasi kebijakan tersebut dan menyiapkan strategi yang sesuai agar transisi menuju pasar publik berjalan lancar.
Layanan kami mencakup:
- IPO Readiness Assessment, menilai kesiapan perusahaan menjadi entitas publik, termasuk potensi penyesuaian terhadap ketentuan free float yang baru.
- Financial Reporting & Audit Preparedness, memastikan laporan keuangan siap diaudit dan memenuhi standar IFRS/PSAK yang disyaratkan oleh regulator pasar modal.
- Governance & Ownership Structuring, meninjau tata kelola, struktur pemegang saham, dan komposisi kepemilikan publik agar selaras dengan praktik terbaik dan perubahan regulasi yang diusulkan.
- Valuation Advisory, memberikan panduan mengenai dampak perubahan struktur kepemilikan terhadap valuasi dan persepsi investor.
Dengan pengalaman luas di bidang pasar modal dan kepatuhan, Moores Rowland Indonesia membantu perusahaan tidak hanya mempersiapkan proses IPO, tetapi juga mengantisipasi perubahan regulasi yang dapat memengaruhi strategi kepemilikan dan akses ke investor publik.
Mulai perjalanan IPO Anda bersama Moores Rowland Indonesia. Hubungi kami untuk konsultasi gratis.

